TIMES JAMBI, BELANDA – Dari Amsterdam yang semarak di musim semi, kontributor TIMES Indonesia, Gary Alvaro Geson, menapaki hamparan warna di Keukenhof, sebuah taman bunga terbesar dan terindah di Belanda.
Dalam festival bunga tulip yang ikonik ini, setiap kelopak tak sekadar mekar, namun juga mampu bercerita tentang sejarah, budaya, dan semangat manusia merawat keindahan. Laporan Gary ini mengajak kita semua mampu menyelami lebih dari sekadar pemandangan taman bunga. Juga perjalanan emosi dan pengetahuan tentang warisan florikultura Belanda.
Inilah kisah tentang cinta pada alam. Dedikasi tanpa pamrih dan pengalaman yang menghidupkan kembali harapan di tengah musim semi yang hangat dan penuh haru. Berikut laporannya.
*
KETIKA musim semi menyentuh tanah Eropa dengan lembut, Keukenhof di Belanda bangkit sebagai kanvas hidup yang mewarnai langit Lisse dengan jutaan kelopak bunga. Dari kejauhan, taman ini terlihat seperti permadani raksasa yang dijahit oleh tangan-tangan penuh cinta. Sebuah hamparan yang sipenuhi tulip beraneka warna, hyacinth yang harum, dan daffodil yang cerah.
Terletak hanya 40 menit dari pusat Amsterdam atau 30 menit dari Bandara Schiphol, Keukenhof bukan hanya taman. Ia juga jantung dari warisan budaya dan alam Belanda.
Dari Kebun Dapur Istana Menjadi Jantung Hortikultura Dunia
Nama “Keukenhof” berasal dari kata Belanda. Artinya kebun dapur. Taman yang menjadi refleksi sejarah ini bermula pada abad ke-15. Ketika itu, tanah ini digunakan untuk menanam rempah-rempah dan sayur-mayur bagi dapur Kastil Teylingen.
Namun transformasi sejatinya dimulai tahun 1950, saat taman ini pertama kali dibuka untuk umum sebagai ajang promosi para petani bunga. Sejak itu, Festival Bunga Tulip Keukenhof bukan hanya acara tahunan. Taman ini juga menjelma menjadi simbol semangat dan dedikasi Belanda dalam dunia agrikultur dan florikultura.
Hari ini, taman seluas 32 hektar ini memamerkan lebih dari 7 juta bunga, hasil kerja keras dan ketelitian ribuan tangan. Setiap jalur taman, setiap susunan bunga, dirancang dengan seni tinggi dan ketepatan botani.
Keukenhof adalah karya kolektif yang menyatukan warisan sejarah dengan inovasi modern dalam pertanian.
Bunga Tulip, Jiwa Belanda
Siapa sangka, bunga tulip yang kini menjadi ikon nasional Belanda sebenarnya berasal dari lereng Asia Tengah, seperti Kazakhstan, Iran, dan diperkenalkan ke Eropa melalui Kekaisaran Ottoman. Saat tulip tiba di Belanda pada abad ke-16, ia tidak hanya tumbuh di tanah, tapi juga dalam benak kolektif masyarakat.
Pada awal abad ke-17, Belanda mengalami fenomena unik yang dikenal sebagai Tulip Mania, di mana harga umbi tulip melonjak drastis dan menciptakan gelembung ekonomi pertama dalam sejarah dunia. Tapi lebih dari itu, tulip menjadi representasi dari kecintaan Belanda terhadap estetika, sains, dan pertanian yang berkelanjutan.
Bunga, Harum, dan Jiwa yang Tumbuh Bersama
Menginjakkan kaki di Keukenhof pada pertengahan April adalah seperti memasuki dimensi lain. Udara sejuk membawa harum manis bunga yang menyergap indra, sementara warna-warni kelopak menciptakan pemandangan yang nyaris mustahil dipercaya nyata.
Dari merah menyala hingga ungu lembut, dari tulip berbentuk klasik hingga varietas dengan tepian bergelombang—setiap bunga menyuarakan cerita.
Pengunjung berjalan pelan, sebagian sibuk memotret, sebagian lain hanya terdiam, menikmati tiap langkah seolah menyusuri puisi visual. Anak-anak berlari di taman bermain berbunga, pasangan saling bergandengan tangan di antara labirin hijau, dan lansia duduk menikmati matahari musim semi sambil mengenang masa muda mereka.
Tak hanya pameran visual, Keukenhof menyediakan paviliun edukatif, di mana pengunjung dapat belajar tentang budidaya bunga, teknik penanaman, dan pentingnya konservasi florikultura. Semua ini dilakukan dengan penuh kepedulian—menanamkan nilai cinta alam sejak dini kepada generasi penerus.
Keukenhof menampilkan lebih dari 800 varietas tulip, mulai dari yang klasik seperti Darwin Hybrid hingga yang eksotis seperti Parrot Tulip dan Lily-Flowered Tulip. Bunga-bunga ini tidak hanya berbeda warna, tapi juga bentuk, tekstur, dan bahkan cara mekar.
Di bagian utara taman, jalur dengan susunan warna gradasi dari kuning pucat ke oranye cerah menjadi daya tarik tersendiri, sementara di sisi selatan, kolam air kecil memantulkan bayangan tulip ungu tua yang tumbuh rapat.
Taman ini seolah mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah sekat, tetapi kekuatan dalam menciptakan harmoni.
Ruang Refleksi dan Inspirasi
Bagi banyak pengunjung, festival ini lebih dari sekadar agenda wisata. Ia adalah pengalaman spiritual, refleksi kehidupan yang mengajarkan kesabaran, ketelatenan, dan keindahan dalam proses tumbuh.
Di balik bunga-bunga ini, ada tangan-tangan petani, ada keluarga yang bekerja generasi demi generasi, dan ada dedikasi tanpa lelah dalam menata keindahan yang hanya berlangsung beberapa minggu.
Keukenhof adalah pelajaran tentang merawat sesuatu yang fana dengan cinta yang abadi.
Festival Bunga Tulip di Keukenhof bukan sekadar pertunjukan musim semi, tapi juga panggung dedikasi dan kebanggaan nasional. Di tengah bunga-bunga yang mekar, kita melihat semangat manusia yang terus menyatu dengan alam, mengukir keindahan bukan hanya untuk dilihat, tetapi juga untuk dirasakan dan diwariskan.
Jika Amsterdam adalah jantung modern Belanda, maka Keukenhof adalah nadinya—yang mengalirkan warna, harapan, dan semangat ke seluruh penjuru dunia. Sebuah tempat di mana bunga bukan hanya tumbuh di tanah, tetapi juga mekar di hati siapa pun yang datang. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Keukenhof, Taman Musim Semi yang Membawa Napas Panjang Peradaban
Pewarta | : Theofany Aulia (DJ-999) |
Editor | : Deasy Mayasari |