https://jambi.times.co.id/
Berita

Penelitian Ungkap Hubungan Frekuensi BAB dan Risiko Penyakit

Sabtu, 21 Juni 2025 - 06:22
Penelitian Ungkap Hubungan Frekuensi BAB dan Risiko Penyakit Frekuensi BAB yang tidak ideal dapat menjadi sinyal risiko terhadap berbagai penyakit kronis.

TIMES JAMBI, JAKARTA – Sebuah studi yang dimuat dalam jurnal Cell Reports Medicine mengungkap bahwa frekuensi buang air besar (BAB) bisa menjadi petunjuk penting terhadap kondisi kesehatan jangka panjang seseorang.

Temuan ini dipublikasikan oleh tim peneliti setelah menganalisis sekitar 1.400 orang dewasa sehat.

Mengutip Medical Daily, peneliti menemukan bahwa orang yang lebih jarang buang air besar cenderung mengalami penurunan fungsi ginjal. Sementara itu, individu yang lebih sering BAB dari batas normal menunjukkan gejala gangguan pada fungsi hati.

Secara umum, frekuensi buang air besar yang dianggap normal berkisar antara tiga kali sehari hingga tiga kali seminggu.

Dalam penelitian ini, para peserta dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan pola BAB mereka: kelompok sembelit (1–2 kali per minggu), normal-rendah (3–6 kali per minggu), normal-tinggi (1–3 kali per hari), dan kelompok dengan kecenderungan diare.

Penelitian ini juga menelusuri hubungan antara frekuensi BAB dengan sejumlah faktor lain seperti usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, komposisi mikrobioma usus, metabolit darah, serta senyawa kimia dalam plasma.

Salah satu temuan menariknya, individu yang lebih muda, perempuan, dan mereka yang memiliki indeks massa tubuh lebih rendah cenderung lebih jarang buang air besar.

Frekuensi ideal menurut para peneliti berada pada kisaran satu hingga dua kali sehari. Pada pola ini, tubuh biasanya memiliki bakteri usus yang mampu memfermentasi serat—proses yang dikenal memberikan manfaat positif bagi kesehatan.

Sebaliknya, orang yang terlalu jarang BAB cenderung menumpuk racun dari proses fermentasi protein dalam usus. Racun ini dapat masuk ke aliran darah dan berisiko memperburuk kondisi tubuh, termasuk meningkatkan potensi berkembangnya penyakit ginjal kronis.

“Jika tinja terlalu lama tertahan di usus, bakteri akan kehabisan serat untuk difermentasi. Mereka kemudian mulai memfermentasi protein, menghasilkan senyawa beracun yang bisa merusak tubuh,” ujar Johannes Johnson-Martinez, penulis utama studi tersebut.

Sementara itu, Dr. Sean Gibbons, salah satu peneliti lainnya, menambahkan bahwa pola BAB ternyata memiliki dampak sistemik yang luas, dan penyimpangan dari frekuensi ideal dapat menjadi sinyal risiko terhadap berbagai penyakit kronis.

Penelitian ini juga menekankan pentingnya menjaga pola makan sehat dengan asupan serat yang cukup, mencukupi kebutuhan cairan tubuh, serta rutin berolahraga demi menjaga kesehatan sistem pencernaan dan frekuensi buang air besar yang seimbang. (*)

Pewarta : Antara
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jambi just now

Welcome to TIMES Jambi

TIMES Jambi is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.